Bangga Berhutang

“afwan ustadz, sudah lama ana nggak hadir liqo. Tadi isteri ana membaca sms yang ustadz kirim ke ana. Isteri ana bilang, “sudah beberapa kali disms ustadz, pokoknya nanti malam harus datang”. Makanya ana silaturahim ke sini untuk menyampaikan permasalahan ana.

“ Ana ada mengalami beberapa kekecewaan dengan ikhwah. Ceritanya, ana jual beli secara angsuran kepada ikhwah. Ana menjual barang-barang elektronik kepada ikhwah, dan mereka menyicilnya. Di awal-awal pembayarannya lancar, tetapi baru beberapa kali pembayaran setelah itu tidak ada pembayaran lagi. Beberapa kali ana datangi menyampaikan maksud ana untuk menagihnya, jawabannya cuma, “iya akhi”.

Padahal sebelum ana menikah dulu, dua bulan sebelumnya sudah menyampaikan kepadanya bahwa ana lagi perlu uang untuk keperluan menikah. Tetapi ikhwah tersebut pada hari yang telah ditentukan juga tidak bisa membayarnya dan tidak ada kabar sebelumnya. Ketika ana bingung dan ana sampaikan kepadanya, “jadi bagaimana ini akhi, ana mau menikah pada tanggal sekian. Apakah pernikahan ana harus diundur ?”.
Ana tidak mendapatkan solusi darinya. Di saat yang lain, setelah peristiwa itu ikhwah tersebut ternyata malah mampu membeli barang elektronik lainnya, sementara hutangnya kepada ana belum dibayarnya.

Ada juga ikhwah yang lain yang mengkredit barang dari ana, tetapi baru beberapa kali cicilan barang itu sudah dipindahtangankan atau diserahkan kepada orang lain yang juga seorang ikhwah. Akibatnya ana harus menagih kepada ikhwah yang lain tersebut, dan kok ya susah juga membayarnya.

Beberapa ikhwah yang melakukan hal tersebut kepada ana, seolah tidak ada perasaan bersalah sama sekali. Ana juga tidak enak kalau harus menagih berkali-kali dengan tanpa hasil. Padahal jadual pembayaran cicilan itu sudah disepakati bersama.

Ana mengaca kepada diri sendiri. Bahwa sebelumnya ana pernah meminjam kesana-kemari kepada ikhwah, dan ana sulit untuk memdapat pinjaman. Makanya ketika ada ikhwah yang bermaksud meminjam kepada ana, ana berusaha supaya ikhwah tersebut tidak pulang dengan tangan hampa seperti yang ana alami dulu. Tetapi yang terjadi, rata rata ikhwah yang ana pinjami, janjinya untuk membayar tidak pernah ditepati.

Ana sangat kecewa sekali dengan perbuatannya yang seperti itu. Padahal kalau ana lihat, ikhwah tersebut tingkatannya sudah tinggi

Seperti dituturkan oleh salah seorang ikhwah peserta halaqah, yang menyampaikan unek-uneknya kepada saya pada Sabtu pagi.  ****

 

UstadzSudarmanLc Saya teringat nasehatnya Ustadz Sudarman dalam sebuah tatsqif, “ Akhi, kalau ada ikhwah yang bermaksud mengajukan pinjaman, sedangkan antum melihat ikhwah tersebut tidak ada kesanggupan atau kecil kemungkinan untuk bisa membayar hutang, maka janganlah antum meminjaminya. Lebih baik antum kasihkan saja uang itu, tidak usah pinjam “.    :)

 

 

 

Tetapi, yang kisahnya seperti di bawah ini juga ada :

Ustadz, ana bermaksud meminjam uang untuk keperluan menikah ana. Tolonglah ana karena uang itu harus ada besok pagi, sebelum ana berangkat ke tempat akhwat di luar jawa.

Akhi, sebelumnya ada seorang ikhwah yang menyampaikan maksud yang sama seperti antum. Dan ikhwah tersebut membuat surat permohonan bantuan. Ada teman-teman di kantor ana yang insyaAllah bisa membantu. Dan alhamdulillah terkumpul uang yang sifatnya pemberian, bukan pinjaman.
Nah, bagaimana kalau antum juga membuat sesuatu yang serupa, supaya kita tidak banyak hutang. Karena kebutuhan setelah pernikahan juga harus difikirkan.

Tetapi walaupun begini ana juga punya izzah ustadz, ana punya harga diri, maka ana lebih baik berhutang daripada meminta-minta.

Iya akhi, teman-teman yang menyumbang kepada kita itu juga tidak bermaksud untuk menganggap antum sebagai peminta-minta, apalagi menghina antum. Mereka insyaAllah tulus dalam membantu antum.

Akhirnya, karena ikhwah tersebut bersikeras, maka terkumpullah dana untuk biaya pernikahan yang sepertiganya berasal dari sumbangan donatur dan sisanya dari pinjaman. Dan sampai hampir dua tahun ini, pinjaman tersebut belum ada setengahnya yang terbayar. Entah apa maksud dari kata-kata izzah yang pernah diucapkannya dulu itu.

*** Ternyata ada yang lebih merasa nyaman berhutang daripada menerima pemberian.

Bangga Berhutang Bangga Berhutang Reviewed by anisvanjava on Januari 21, 2011 Rating: 5

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.