Duhai, perpaduan yang serasi sekali. Secangkir kopi panas yang mengepul perlahan di genggaman, menghangatkan telapak tangan di tengah dinginnya malam akhir pekan di Puncak Bogor. Hujan gerimis belum juga usai sejak sore tadi, tetesannya jatuh beraturan di atap dan dedaunan, seolah menjadi alunan musik alam yang menenangkan jiwa.
Seteguk pertama terasa istimewa — pahitnya yang lembut, hangatnya yang meresap, seolah mengajak berbicara tanpa kata. Di antara embusan uapnya, ada rasa tenang yang sulit dijelaskan. Seperti pelukan yang tak kasat mata, kopi malam ini bukan hanya penghangat tubuh, tapi juga pengantar renungan.
Sembari berlibur, kami menengok keponakan. Aminah namanya — mungil, tenang, dan membawa aroma kehidupan baru dalam keluarga. Di sebuah kontrakan yang sederhana namun hangat, dikelilingi udara segar dan suara jangkrik dari kejauhan, kami berkumpul dalam keheningan yang penuh makna.
Puncak Bogor kini tak seperti dulu, deretan vila bermunculan di mana-mana, menggantikan hamparan hijau yang dulu luas tak berujung. Tapi malam ini, di teras basah bekas hujan, suasana masih terasa seperti desa: sunyi, hening, dan jujur.
Di tengah malam yang syahdu ini, seteguk kopi dan suara gerimis mengajak hati untuk merenung. Tentang kehidupan yang terus berjalan, tentang bayi kecil yang membuka lembar pertama kisahnya, dan tentang kita yang tak henti belajar makna syukur, sabar, dan harapan.
Malam ini bukan sekadar malam biasa. Ia adalah ruang sunyi penuh hikmah. Tempat di mana dunia melambat sejenak, dan hati berbisik pada langit — tentang cinta, tentang keluarga, dan tentang hidup yang terus menari dalam ritme rahmat-Nya.
Selamat Malam.
#megamendung bogor
#akhir pekan

Tidak ada komentar: