Tirai penutup warung tegal di jalan beringin sudah mulai terbuka lebar, walaupun ramadhan belum usai. Para kuli bangunan dan karyawan pabrik mengantri makan. Warung tegal memang tempat yang murah, meriah bagi mereka yang penghasilannya tidak jauh dari upah minimal kota.
Ramadhan masih tersisa sepertiga bulan lagi, tetapi penjual gerobak pernak-pernik hiasan rambut wanita dan anak-anak seharga seribuan per biji itu, sudah leluasa menyedot segelas cairan penyegar tenggorokan yang juga berharga seribuan, di siang hari nan terik.
Sopir angkot dan tukang ojek lampu merah, sudah memulai lebarannya jauh-jauh hari.
Tidak terlalu perlu tadarusan di masjid, karena tarawih gaya senam aerobik pun diselenggarakan dengan tempo yang sesingkat-singkatnya.
Mungkin masih ada dalih 'mendingan', dibandingkan dengan tetangganya yang ke masjidpun tidak pernah terlihat. Baik ramadhan, apalagi selain ramadhan. Baik sholat jum'at, apalagi sholat lima waktu.
Sesungguhnya masih menyimpan keraguan untuk menjawab pertanyaan, " agama bapak itu apa ?".
Tidak pada tempatnya untuk terlalu banyak terkesima dari akibat yang ditimbulkannya. Semua perilaku diatas lahir dari keyakinan yang berbeda dari sesuatu yang dengan lantang disampaikan oleh ustadz tempo hari, "pada hari akhir, semua perbuatan manusia akan mendapat balasan yang seadil-adilnya".
Keyakinan ustadz itu mengantarkannya pada satu harapan besar tentang kebahagiaan sejati seorang manusia di hari akhir nanti, jika ia semasa di dunia melakukan apa yang diperintahkan. Sebaliknya, kesengsaraan yang tanpa penghabisan akan ditimpakan kepada yang mengabaikan dan menentang-Nya.
Ya sudahlah, Ustadz.
Jika mereka saat ini hidupnya sengsara di dunia, juga akan sengsara di akhirat, tidak perlu mengundang rasa iba Ustadz yang berkepanjangan.
Toh, kita belum yakin benar, "apakah mereka percaya bahwa akhirat itu ada ?".
*** asyrul awakhir ramadhan 1431 H
Gulana Ustadz Terhadap Orang Susah
Reviewed by anisvanjava
on
September 06, 2010
Rating:
Tidak ada komentar: