I Ever Here

Bukan sekedar hobi corat coret apabila beberapa objek wisata terkotori dengan coretan. Di dinding-dinding goa, di tebing air terjun, di tugu bersejarah, di tembok candi dan tempat-tempat lainnya. Kerapian pun terkotori dengan tulisan-tulisan yang kadang ada artinya, tapi juga ada yang tidak mempunyai makna sama sekali, kecuali bagi si pelakunya. 

Bukan pula karena tidak peduli lingkungan semata-mata, jika seikat edelweiss menjadi oleh-oleh paling berharga bagi para pendaki penakluk puncak gunung.
Mungkin foto-foto di tempat-tempat yang pernah disinggahi, saat ini seolah sudah merupakan suatu kewajiban. Tidak hanya foto, tetapi juga video, audio. Kemudian meng upload nya ke situs jejaring sosial. Bahkan ada jamaah haji sekeluarga yang semua anggota keluarganya membawa alat dokumentasi supaya tidak ada sesaat moment pun yang terlewatkan. Di depan ka’bah, di atap masjidil haram, di puncak gua hira, di terowongan mina atau di tempat melempar jumrah.

I Ever Here Semua perilaku itu menyiratkan kesamaan pesan yang akan disampaikan, yaitu : “ aku pernah di sini “.  “aku pernah melakukannya”. 
Manusia ingin namanya dikenang orang.
Abadi.
Memang, tidak usah dibuktikan pun sejatinya kehidupan di dunia ini harus kita pertanggungjawabkan di pengadilan akherat kelak. 
    


“Tidak akan bergeser kaki seorang hamba pada hari kiamat nanti sampai dia ditanya tentang empat perkara:
(1) tentang umurnya untuk apa dia habiskan,
(2) tentang masa mudanya untuk apa dia gunakan,
(3) tentang hartanya dari mana dia dapatkan dan
(4) untuk apa dia belanjakan.”
(HR. At-Tirmidzi)

Jadi apa yang saat ini, dan di sini sedang kita lakukan ?

tepian pantai losari
aryaduta makassar #218

ketika pasar butung belum berhasil dipadamkan.”
I Ever Here I Ever Here Reviewed by anisvanjava on Desember 14, 2010 Rating: 5

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.