Bujang sudah meninggal dunia. Sekitar dua tahun yang lalu kabar itu aku terima. Maka aku menjadi sangat tidak percaya dengan apa yang kulihat ketika tadi bertemu dengannya.
Di rumahnya.
“Lho, bukannya kamu telah meninggal, Jang”, aku terperangah.
Bujang hanya tertawa kecil. Kemudian terkekeh-kekeh. Sebentar lagi Bujang malah akan segera melangsungkan pernikahannya. Akad nikahnya dilangsungkan di rumahnya yang cukup besar itu.
“Kalau begitu, setelah menikah kamu tidak lagi dipanggil bujang. Panggilanmu harus diubah”.
Bujang masih terkekeh-kekeh. Ia memang murah tawa. Badannya gemuk dan besar. Terakhir aku bertemu dengannya belasan tahun silam, ia belum menikah. Jadi masih pantas dipanggil bujang.
Tetapi berita tentang kematiannya juga bukan sekedar kabar burung. Banyak orang mengabarkannya, sehingga aku sangat yakin bahwa ia sudah meninggal.
Penasaranku tentang kematiannya, belum lagi reda.
Mempelai perempuan sudah datang. Akad nikah akan segera dilangsungkan.
Rupanya prosesi akan nikah ini berjalan cukup lama. Saking lamanya, aku pun ketiduran di sudut belakang rumah bujang. Ketika kemudian aku terbangun, rumah itu sudah dalam keadaan kosong. Semua orang sudah menuju gedung tempat resepsi pernikahan dan penerimaan tamu diselenggarakan.
Sudah pukul setengah empat pagi. Saatnya segera sahur.
Kuhembuskan nafas di pagi itu dalam keadaan sadar.
Panjang-panjang.
|| Segala puji bagi Allah yang menghidupkan aku kembali setelah mematikan aku dan kepada Allah akan kembali
ÙˆَÙŠَسْØ£َÙ„ُونَÙƒَ عَÙ†ِ الرُّÙˆØِ ۖ Ù‚ُÙ„ِ الرُّÙˆØُ Ù…ِÙ†ْ Ø£َÙ…ْرِ رَبِّÙŠ ÙˆَÙ…َا Ø£ُوتِيتُÙ… Ù…ِّÙ†َ الْعِÙ„ْÙ…ِ Ø¥ِÙ„َّا Ù‚َÙ„ِيلًا
[١٧:٨٥]
Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: "Roh itu termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit".
Cisadane Raya 130, 11 Muharram 1433H
Tidak ada komentar: