BUJANG : “Aku dibikin orang cukup jadi kopral. Abang diam aja. “
NAGABONAR : “Jadi mau kau apa ?”
BUJANG : “Coba abang pikir baik – baik. si Murad, bekas pedagang kopi, kopinya pun bukan kopi nomer satu, dia jadi kolonel. si Barjo bekas guru yang dipecat karena tak pernah masuk, tapi tetap terima gaji, jadi letnan kolonel. Si Lukman yang banyak cakap yang lari tersuruk - suruk kalau ada bunyi mortir jadi mayor. Aku yang selalu maju ke depan biarpun peluru seperti rama - rama supaya tempat duduk abang ada, jadi kopral. Jauh - jauh merantau bang yang dapat cuma kopral”.
Bujang merana menyandang pangkat kopral. Ia pun maju perang sendirian, untuk membuktikan keberaniannya. Dan ia pun mati !
Nagabonar meratapi kematian Bujang.
NAGABONAR : “Bujang, kenapa kau dulu tak mendengar aku. Kau mau jadi pahlawan, kenapa kau harus bertempur. Kan sudah kubilang, jangan bertempur, kau bertempur juga, maka matilah kau dan sekarang dimakan cacing kau.”
Maka, siapakah kau ?
Apakah kau si Bujang ?
Yang berjuang gagah berani di medan perang. Pengabdi yang setia dalam sepi maupun ramai. Hingga akhirnya saat pangkat-pangkat dibagikan, kopral yang didapatkannya sangat membuatnya gusar. Mungkin saja ia pada awalnya tidak menghiraukan pangkat-pangkat itu. Tetapi ketiak si Murad, si Lukman dan kawan-kawannya yang lain mendapat pangkat yang lebih tinggi, ketulusannya mulai terusik. Di kepala si Bujang terisi semboyan bahwa pangkat haruslah sesuai dengan pekerjaan dan pengorbanan. Maka si Lukman dan teman-temannya amatlah tidak pantas menyandang pangkat tinggi, sementara pekerjaan dan pengorbanannya belum jelas terlihat. Dan yang paling pantas pangkatnya tinggi mendampingi jenderal nagabonar adalah dirinya, sudah terbukti dalam setiap medan.
Bila kau adalah si Bujang yang meradang karena mengharap pangkat tinggi, maka datanglah kemari. Aku adalah nagabonar, dan akan kuberikan kau pangkat semau yang kau ingin. Silahkan pilih pangkatmu, mayor, jenderal bintang satu, bintang tiga, bintang lima, pimpinan, fungsionaris, pejabat teras, anggota inti, anggota muda, anggota madya, atau pangkat apa saja.
Lalu, apakah kau berjuang selama ini adalah karena mengharap pangkat-pangkat itu ?
Maka, siapakah kau ?
Apakah kau si Lukman atau si Barjo yang tidak punya bekas perjuangan membela negeri ini, tetapi ia cakap menyematkan pangkat-pangkat bagi orang-orang itu. Semudah ia menuliskannya dalam secarik kertas. Dan tentu bagi dirinya sendiri dan bagi orang-orang terdekatnya, sudah ada jatah pangkat yang tinggi. Tetapi nagabonar tidak memerlukan orang-orang berpangkat tinggi itu dalam peperangan. Toh, sudah terbukti pula mereka akan terbirit-birit mendengar desingan peluru. Bagi nagabonar prajurit semacam Bujang jauh lebih berharga untuk melawan belanda.
Maka sudahilah kebanggaanmu pada gelar dan pangkat-pangkat itu. Kau hanya dikenal dalam komunitasmu. Bila mereka kemudian menghormatimu, itu lantaran ia mengetahui apa pangkatmu, bukan apa yang sudah kau perbuat untuk perjuangan ini. Telunjukmu mempunyai arti, lantaran pangkat yang disematkan di pundakmu. Celakanya, pangkat itu hanya dikenal dalam organisasimu, hanya dikenal oleh kelompok pengajianmu, hanya diketahui dalam struktur partaimu. Dan karena itu, mereka merunduk-runduk di depanmu.
Tetapi, di manakah kau ketika tetanggamu pun tak mengenalmu. Satpam tak menegurmu karena kau sangat asing baginya. Jamaah masjid tak menghiraukanmu, apakah kau ada atau tidak, apakah kau masih hidup atau sudah mati. Karena kau memang hanya jago ketika berada di kandangmu.
Kun kitaaban mufiidan bila 'unwaanan, wa laa takun 'unwaanan bila kitaaban. Jadilah kitab yang bermanfaat walaupun tanpa judul. Namun, jangan menjadi judul tanpa kitab. (KH Hilmi Aminuddin)
Maka siapakah kau ?
Hayam Wuruk | HW Hotel Padang #212
Tidak ada komentar: