Sepertinya profesi sebagai da'i dan sebagai ustadz, ada kesamaan. Tetapi mengapa mereka saling tangkap?. Mungkin di antara mereka telah terjadi salah paham. Atau sedang rebutan lahan. Itulah realita di negeri ini. Sehingga beberapa tahun lalu, media cetak menjadikan berita utama, bahwa dai telah menangkap ustadz.
Oh, ternyata..
Kepala polisi yang bernama Dai, telah menangkap Ustadz Abu dengan sangkaan terlibat tindakan terorisme. Entah mengapa sang ustadz kemudian bisa lepas, sehingga bisa ceramah dan khutbah di sana sini. Beberapa tahun berlalu. Dan sekarang, ketika sudah berganti kepala polisinya, Ustadz Abu ditangkap lagi. Dugaannya sama, terorisme !
Mungkin Ustadz Abu akan membuat bom lagi untuk meledakkan hotel-hotel milik musuh bebuyutannya itu. Padahal, kata Slamet -- temen saya yang kerja di pabrik keramik -- justru karena ada terorislah ia bisa punya motor honda tiger keluaran ter gress.
Di hotel milik amerika yang terakhir kemarin diledakkan oleh teroris, pabriknya mendapatkan pesanan untuk memperbaiki kembali keramik di daerah lobi hotel yang hancur berantakan itu. Tentu saja proyek yang menguntungkan bagi pabriknya. Tetapi tetap saja, makhluk pekerja seperti Slamet itu gaji sebulannya cuma satu juta rupiah, dari dulu nggak naik-naik. Maka ketika Slamet harus mondar mandir dari lokasi pabrik ke lokasi hotel itulah, ia meminta kepada pabriknya supaya difasilitasi dengan kendaraan 'dinas'.
Alhamdulillah ia diberi oleh pabriknya sebuah motor honda tiger untuk dicicilnya sebesar 300 ribu setiap bulan. Selama ... selunasnya.
"Itulah berkahnya terorisme", katanya. Meskipun sisa gajinya tinggal 700 ribu, itu masih jauh lebih beruntung daripada ia tidak akan pernah bisa beli motor sampai pensiun sekalipun.
Ya, mudahan saja ia tidak ditangkap polisi karena dianggap ikut mengharapkan berkah dari terorisme.
Dan juga nggak lucu kalau nanti beberapa surat kabar memuat judul utamanya: "Bambang Menangkap Slamet".
He.. he.. he.. kayak lakon wayang jadinya !
Tidak ada komentar: