Dari mana kita memulai

Paling enak memang merasa paling benar. Karyawan mini market itu mengajarkan kepada temannya yang juga supplier susu kaleng, bagaimana cara mengambil beberapa kaleng susu bayi bubuk, tanpa sepengetahuan pemilik mini market. Bila pemilik mini market itu tidak mengetahuinya, tentu ia tidak merasa rugi. Lagi pula cuma beberapa kaleng. Jauh lebih sedikit dari beberapa juta yang ia serahkan kepada petugas kelurahan untuk membuat surat keterangan yang ia perlukan dalam menjual rumah tipe 90 nya. Sehingga tidak perlu malu,  walaupun hampir seluruh pengunjung mini market itu mengetahui konspirasi mereka yang jelas terdengar dalam ruko yang tidak begitu luas itu.

Paling enak memang merasa paling sholeh. Takmir masjid kantor itu mengurangi kas masjid untuk keperluan pribadi tanpa ada keterangan dan catatan yang jelas. Rutin setiap jum’atnya, sebelum saldo kas masjid itu diumumkan kepada para jamaah  yang tidak akan pernah merasa perlu mengauditnya. Lagi pula hanya beberapa ratus ribu setiap pekan. Jauh lebih kecil dibandingkan dengan nilai yang dikeluarkan untuk membiayai beberapa pengurus masjid itu untuk naik haji, beberapa tahun yang lalu. Sumber keuangannya juga diperoleh dengan cara yang sama tidak jelasnya. Gelar haji yang telah disandangnya, membuat kesholehannya tidak akan ternodai dengan hanya beberapa ratus ribu uang masjid yang diambilnya setiap pekan.

Paling enak memang merasa tidak berdosa. Uang tip duapuluh ribuan yang dilipat kondektur bis patas AC antar kota itu, menjadi penghasilan andalan para checker yang setia menunggu di pemberhentian rest area. Tugas menghitung penumpang bis yang transit, cukup ringan dilakukannya. Asalkan angka yang ditulisnya di lembar pengecekan itu tidak melebihi jumlah penumpang yang sebenarnya dihitung, maka kondektur akan suka cita. Dan uang tip itu adalah bentuk persembahan kondektur ke checker. Tidak salah kan ? Lagi pula itu kan uang terima kasih. Dan jumlahnya masih jauh lebih kecil dari uang yang diminta oleh oknum berseragam polisi, untuk menebus surat-surat bis akibat tilang.

Paling enak memang berlagak tidak tahu. Pedagang jeruk lokal itu telah menukar jeruk yang sudah dipilih pembeli, dengan jeruk yang sudah dipilihnya. Sudah tentu keadaan jeruk-jeruk itu jauh berbeda. Jeruk pilihan pembeli kondisinya mulus, segar dan diperkirakan rasanya manis, sebagaimana beberapa sampel jeruk yang dicicipinya. Sedangkan jeruk pilihan pedagang, keadaannya keriput, lembek dan tidak layak untuk dimakan. Maka, ketika jeruk itu sudah dibayar oleh pembeli, penukaran itu dilakukan sewaktu serah terima. Kepercayaan yang diberikan pembeli kepadanya, dikhianati dengan teganya. Mungkin saja dengan dalih tidak sengaja menukar, karena letak bungkusan-bungkusan pilihan pembeli dan pedagang itu memang berdekatan. Jadi maklumlah kalau tertukar. Lagi pula pembeli kan belinya cuma setengah kilo atau satu kilo, sedangkan jeruk penjual yang menjelang layu jumlahnya berkilo-kilo. Tentu penjual itu akan merugi kalau harus membuang jeruk-jeruk busuk itu.

Karyawan mini market, takmir masjid yang juga seorang haji, checker bis antar kota, pedagang jeruk dan teman-teman mereka, semuanya mengumpat, semuanya mencela, semuanya mengutuk, ketika membaca berita : “Gayus Gondol Harta Negara Miliaran..”

Apakah ada bedanya ?

*** bangkitlah negeriku harapan itu masih ada

Dari mana kita memulai Dari mana kita memulai Reviewed by anisvanjava on Juli 29, 2010 Rating: 5

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.