Apa yang terasa dalam sanubari kita, ketika melihat gambar-gambar di bawah ini ?
Membanggakan. Menyemangati. Memunculkan semangat nasionalisme. Merah Putih. Sang Juara.
Sudah sangat lama kisah-kisah kesuksesan itu tidak menghiasi sejarah negeri ini. Hingga anak bangsa mulai lupa, apakah Indonesia pernah berjaya. Ataukah dari dulu nenek moyang kita adalah seorang pecundang.
Sejatinya para pendahulu bangsa ini ada para juara yang menuliskan kejayaan dengan tinta sejarah yang tak terbantahkan. Kalaulah luasnya wilayah menjadi ukuran kebesaran itu, maka sesungguhnya majapahit terbentang luas di seluruh semenanjung melayu dan negara-negara yang saat ini bernama asean.
Namun barangkali kita belum menjadi pewaris negeri ini yang mumpuni. Mata rantai itu telah terputus. Tingkah polah sebagian penghuni negeri ini semakin dalam mengubur kisah itu menjadi dongeng yang ‘konon katanya’.
Saudara-saudara sebangsa dan setanah air, sekelam apapun keadaan kita saat ini, di sinilah kita berpijak. Dan di sinilah langit akan kita junjung.
Kita tidak akan rela negeri ini di gerogoti nazarudin, gayus dan segudang nama koruptor. Kita tidak akan rela ketika satu persatu BUMN di lego oleh musang berbulu domba, maling berbaju partai nasionalis. Kita akan menghujat penjual Indonesia ke negara asing.
Kita akan memaki oknum yang menjadikan Indonesia sarang teroris.
Semua karena kita cinta Indonesia. Tanah air yang tidak terlupakan.
Saudara-saudara sebangsa dan setanah air. Seberapa besarkah pembelaan kita kepada bangsa ini?. Apa yang telah kita berikan kepada bangsa ini? Dengan cara apakah kita akan menunjukkan kepada bumi pertiwi ini, bahwa kita mencintainya?
Apakah dengan menancapkan merah putih di atas puncak tertinggi.
Apakah dengan merajah kulit dan daging kita dengan torehan gambar garuda.
Apakah dengan memusuhi semua yang memusuhi negeri ini.
Mungkin bisa kita camkan sejenak.
Semangat pembelaan kita yang membara memang menuntut pengorbanan. Namun sepertinya ibu pertiwi pun akan meneteskan air mata bila mendengar berita bahwa anak negeri ini tewas terinjak-injak oleh bangsanya sendiri ketika rebutan tiket pertandingan sepak bola.
Apalah artinya kita menghujat malaysia habis-habisan karena menjadi musuh bebuyutan timnas sepakbola, sementara setiap hari kita dan saudara kita bekerja merantau ke sana menjadi tenaga kerja dan mengharap upah dari sang majikan. Berduyung-duyun. Berbondong-bondong.
Nasionalisme ?
Inilah pandangan dan sikap seorang tokoh nasionalis dan juga seorang ulama, Hasan Al Banna :
Jika nasionalisme yang dimaksud adalah keharusan bekerja serius untuk membebaskan tanah air dari penjajah, mengupayakan kemerdekaannya, serta menanamkan makna kehormatan dan kebebasan dalam jiwa putra-putranya, maka kami bersama mereka dalam hal ini.
Jika nasionalisme yang dimaksud adalah memperkuat ikatan antaranggota masyarakat di satu wilayah dan membimbing mereka menemukan cara pemanfaatan kekokohan ikatan untuk kepentingan bersama, maka kami juga sepakat dengan mereka.
Tapi jika yang dimaksudkan dengan nasionalisme itu adalah memecah belah umat menjadi kelompok-kelompok yang saling bermusuhan, memendam dendam, mencaci, melempar tuduhan dan saling membuat tipu daya. Juga mendukung sistem yang dipandu syahwat, diformat ambisi duniawi, dan ditafsirkan sesuai kepentingan pribadi, sehingga musuh leluasa memanfaatkan semua itu untuk kepentingannya, bebas mengorbankan api permusuhan, memecah belah umat dalam kebenaran, menyatukan mereka dalam kebatilan, maka ini adalah nasionalisme palsu !
Saudara-saudara sebangsa dan setanah air, negeri seperti apakah yang akan kita wariskan kepada anak dan cucu kita ?
--------------------------
| Sumber Foto : http://www.antarafoto.com/
Menara Bahtera Balikpapan #708
| nonton bareng final sepakbola sea games di lobi :-)
Tidak ada komentar: