Beberapa bulan yang lalu, saya naik P6 dari slipi menuju kantor di gatot subroto.
Saya duduk di deretan bangku belakang. Tidak beberapa lama, naik pula seorang bapak, dengan isteri dan anak perempuannya.
membawa barang bawaan yang cukup banyak, dalam kardus dan karung kecil.
Tidak beberapa kemudian sebelum P6 jalan, anak perempuannya muntah-muntah. Kunyahan mi instan keluar dari mulutnya. Dan sikap yang dilakukan bapak tadi, mengejutkan saya.
Ia menampari anak perempuannya itu, sambil marah-marah. Muntahan pun semakin berceceran karena kerasnya tamparan.
Anak perempuan itu hanya diam saja dipangkuan bapaknya. Mungkin ia sudah terbiasa diperlakukan demikian, sehingga tidak menangis lagi.
Wajah yang berdebu itu, berlepotan dengan muntahan. Pipi sebelah kirinya agak bengkak. Ada kerutan karena jahitan, sepertinya bekas operasi.
Dan jahitan itu terlihat merah karena tamparan bapaknya.
Bapak tadi merasa tidak enak dengan penumpang lain, terutama saya yang disebelahnya, karena muntahan tadi telah mengenai beberapa penumpang.
Ia pun minta maaf.
Tidak pernah terpikirkan oleh saya sampai sekarang, tentang kotornya celana saya karena terkena muntahan tadi.
Tapi yang paling membekas dalam ingatan saya adalah wajah anak perempuan yang ditampar bapaknya.
Seorang anak yang tidak punya kuasa untuk menahan perutnya yang kembung karena hanya sarapan mi instan, hingga mabuk dan muntah.
Wajah seorang bapak yang meminta maaf karena merasa bersalah telah mengotori pakaian penumpang bis.
Seorang bapak yang sebatas itulah yang bisa ia lakukan untuk anaknya. Memberi sarapan mi instan, naik bis P6, dan menampari bila muntah.
Ya Allah, ampunilah kami.
Beberapa hari yang lalu, tarif tol naik.
Sebelumnya, harga sembako terlebih dahulu naik.
Minyak tanah susah didapat.
Saya teringat kembali kejadian ini. Saya teringat mereka.
Wahai, bapak, ibu dan seorang anak perempuannya, apakah kalian ada sarapan, hari ini ?
Ya Allah, ampunilah kami.
Kamis, 06 September 2007 13:22
Tidak ada komentar: