Balada Ustadz Yang Juga Caleg

Saya didatangi oleh teman lama. Kedatangannya membawa rombongan teman-teman yang lain. Mereka adalah pengurus DPC dan DPRa serta para aktivis. Tetapi pertemuan saat itu cukup mengejutkan karena ternyata teman-teman saya itu datang dengan mengajukan protes dan tuntutan.

Saya diprotes karena masalah pencalegan -- sesuatu yang sedang hangat saat ini. Saya dinyatakan telah melakukan kesalahan dengan menempati nomor urut caleg di daerah pemilihan yang saat itu saya tidak berada di wilayah tersebut.

Saya menerima protes dan tuntutan mereka. Kemudian saya mengajukan pengunduran diri dari proses pencalegan tersebut, kepada pimpinan partai. Saya memilih untuk lebih berkonsentrasi mengurus lembaga dan yayasan yang selama ini saya bina, daripada menjadi caleg. Tetapi ternyata keputusan pimpinan partai adalah menolak pengunduran diri saya. Beliau mengatakan," di partai kita, menjadi caleg bukanlah permintaan seseorang untuk meraih ambisinya. Ini adalah tugas dakwah. Organisasi ini melalui mekanisme pemilihan caleg, telah memberikan amanahnya, janganlah dikhianati".

Kata-kata itu pulalah yang saya sampaikan kepada teman saya tadi.
Akan tetapi teman saya belum puas dengan kenyataan ini. Saya tidak tahu alasan pasti yang mendasarinya. Mungkin saja karena nomor urut calegnya berada di bawah saya, bahkan nomor urut saya kata orang merupakan nomor jadi. Kalau perolehan suara partai ini sama dengan perolehan suara pemilu sebelumnya, maka saya akan terpilih menjadi anggota dewan.

Suatu hari pun, teman saya kembali menemui saya. "jika memang menjadi caleg di wilayah kami, maka anda harus berdomisili di wilayah kami," katanya.
Itu berarti saya harus pindah dari tempat tinggal saya sekarang yang juga adalah yayasan dimana saya melakukan aktivitas pembinaan.

Saya menerima dengan baik permintaan itu, seraya mengajukan permohonan untuk dipilihkan tempat tinggal bagi saya di wilayahnya. Tidak lama kemudian tempat itu sudah didapatkan. Sebuah rumah di perkampungan penduduk yang bisa saya kontrak, untuk saya tinggali bersama keluarga saya, isteri dan anak-anak. Rumah dengan lantai plesteran, tiga kamar yang semuanya tanpa pintu, serta sebuah dapur dengan lantai tanah.

Alhamdulillah, karena hal ini yang mereka sepakati, maka saya menerimanya. Walaupun saya harus meninggalkan yayasan beserta anak-anak didik yang selama ini saya bina. Dengan alat transportasi, saya masih bisa melakukan aktivitas pembinaan dan pengawasan di yayasan. Memang cukup 'mondar-mandir', tetapi saya lebih mencintai persaudaraan yang tetap terjaga.

Beberapa waktu kemudian, teman saya datang lagi. Juga dengan membawa rombongan DPC dan DPRa yang di'galangnya'. Silaturahimnya kali ini untuk membuat kontrak politik atau perjanjian dengan saya. Tetapi, kontrak ini lebih ke masalah pembagian jatah uang untuk daerah pemilihan, DPC dan DPRa, yang diambil dari gaji saya nanti ketika menjadi anggota dewan.

Perhitungannya bahwa, penghasilan saya dari anggota dewan setelah dikurangi dengan kewajiban anggota dewan ke wilayah, juga dikurangi kewajiban ke daerah, dikurangi cicilan atas hutang-hutang saya, dikurangi ini dan itu, -- nah yang tersisa itulah mereka minta dipotong lagi sebesar 20% untuk dana operasional daerah pemilihan.

Alhamdulillah, karena mereka menyepakatinya maka saya menerimanya, karena itulah bentuk kontribusi saya untuk teman-teman saya yang sudah memperjuangkan saya jika terpilih menjadi anggota dewan.

Teman saya yang lain merasa heran, darimana saya membiayai operasional aktivitas kedewanan jika penghasilannya 'habis' dipotong-potong begitu.
Tapi bagi saya, itu bukanlah masalah, saya masih mempunyai Allah yang memberikan rezeki untuk saya, isteri saya, anak-anak saya, dan juga rezeki semua makhluknya.

Saat ini yang membuat saya sedih, karena teman saya tadi juga masih mengirimkan pernyataan-pernyataan ketidakpuasannya walaupun melalui sms.
Dengan penuh cinta, saya balas sms teman saya ,
"saudaraku, saya mencintai persaudaraan ini, dan tidak menginginkan sama sekali persaudaraan ini hancur.
sekarang, apalagi yang saudara inginkan melebihi dari mundurnya saya sebagai caleg, jika bisa saya lakukan, maka akan saya lakukan".

|| dituliskan sebagaimana penuturan seorang ustadz yang juga caleg, dalam sebuah mabit di suatu malam pada bulan desember 2008.

Balada Ustadz Yang Juga Caleg Balada Ustadz Yang Juga Caleg Reviewed by anisvanjava on Desember 16, 2008 Rating: 5

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.