“Pergi pergi mau pulang nggak bilang-bilang, bang”. “Kita sebagai suaminya kan khawatir juga kan. dikiranya kita nggak mikirin, tadi ditelpon berkali-kali nggak diangkat”, kalimat-kalimat sopir D02 itu tiba tiba tumpah.
“Baru sebulan misah dari orang tua, ini sudah tiga kali pulang. Pernah malam-malam pulang naik taksi dari kalibata. Ongkos taksi seratus tujuh puluh ribuan, uang tol dua puluh ribu. Ya jatuhnya dua ratus ribuan lah. Padahal uang di tangan cuma ada empat ratus ribuan. Habis buat bolak balik aja, bang. Saya kasihan sama anak saya aja, bang. Baru empat tahun takutnya kecapekan di jalan”.
“emmh”.
“Ya namanya kita kan pingin nunjukin juga, bang. Kalau kita mampu berumah tangga ini tidak menggantungkan hidup terus dari orang tua. Sudah empat tahun ikut mertua ada aja yang dikomentari. Ada aja yang salah. Kayak kemarin waktu aku naik motor jatuh, bang. Mau di bawa ke gopli nggak nyampe biayanya. Meskipun mertua mau bantuin, tapi kita kan tahu juga mesti ngganti nanti. Khawatirnya kalau ada apa-apa nanti diungkit-unkit lagi. Akhirnya saya cari tukang urut yang murah aja, bang. Sekali datang seratus ribu. Ya, kadang seminggu tiga kali datang. Lebih murah daripada harus ke gopli. Kalau ke sana, bang, paling murah juga empat belas. Apalagi kalau lutut ini beda sama patah tulang biasa, bang”.
“Ya”.
“Itu saya ngontrak di situ bang, sebulang enam ratus ribu sebulan. Itu aja istri saya minta yang lebih murahan. Saya bilang, apa nanti kata keluargamu. Kita makin dikira nggak mampu aja”.
“Sebetulnya kalau sudah tidak ada sodara, nggak apa apa kita tungguin mertua. Tapi ini ada kakak-kakaknya. Mertua pingin ngumpul terus sama cucunya.”.
“Baru satu ya cucunya”.
“Ya itu cucu pertama, bang”.
“Kiri ya..”
“O.. sini, bang”.
Cerita sopir terhenti, namun tidak demikian dengan butiran air hujan ini. Tangerang basah sepanjang hari hingga malam.
Saatnya, singgah untuk sholat isya menghening sejenak di lantai musholla….#apanamanyainiya
Semoga Keluarga Kita Semua Bahagia.. #amin.
Tidak ada komentar: