Muhammad Fauzil Adhim menganjurkan ibu-ibu untuk mematikan TV, terlebih ketika anaknya sedang belajar. Bahkan menurut beliau, barang tersebut tidak perlu ada di rumah. Pasalnya, ibu-ibu tadi mengeluhkan mengapa anak-anaknya kecanduan TV sehingga prestasi sekolahnya jelek.
Tetapi ternyata, justru ibu-ibu itulah yang kemudian merasa keberatan apabila tidak ada TV di rumah. Alasannya, "kalau nanti ada acara bagus, bagaimana?".
Apalagi sinetron-sinetron begituan bikin kecanduan.
Wah, susah kalau sudah begitu. Kalau sudah ibunya sendiri yang keberatan, berarti ya ibunya nih yang kecanduan.
Kondisi rata-rata rumah kita yang 'tidak luas', sangat lazim apabila kemudian bisa dipastikan bahwa dalam sehari kita pasti menemui TV di depan kita. Hal yang seperti ini, bagi seorang anak sangat menggoda untuk menekan tombol TV.
Padahal sudah tentu tidak semua acara TV diperlukan sang anak, semudah menekan tombol remote. Inilah yang kemudian terjadi, bahwa keberadaan TV di rumah dengan kondisi sehari-hari yang seperti itu, seperti menyengaja 'menyuruh anak' untuk menontonnya.
Mm.. sepertinya perlu usaha sangat serius dari kita, apabila memang barang tersebut tetap kita putuskan berada dalam rumah. Supaya tidak membawa mudharat yang lebih besar dibanding manfaatnya tentunya. Kaidah 'mudharat yang lebih besar dari manfaat' ini, bisa menjadi dasar untuk melarang sesuatu.
Jadi.. TV adalah haram, gitu ?
Wah..
Padahal saya baru saja menerima sms untuk menyaksikan acara TV.
" saksikan direktur COMES, siang hari ini jam 12.00 di TVone".
Mm.. nonton TV dimana nih, di rumah nggak ada TV !
memang tv bisa menjadi masalah yang serius di rumah. Tapi, daripada anak nanti lari nonton tv di rumah tetangga,kan malah lebih nggak bisa kita kontrol lagi? ya kan?
BalasHapus