Teman-teman seruangan sudah selama dua pekan ini sibuk. Hiruk-pikuk, mondar-mandir, bolak-balik, dan bongkar-bongkar berkas. Antrian di mesin potokopi kantor menjadi pelengkap pemandangan. Tak terkecuali dengan saya.
Bulan ini adalah batas pengajuan daftar usulan perolehan angka kredit, suatu kewajiban yang harus dipenuhi oleh seorang yang jabatannya fungsional. Memang pada kenyataannya pekerjaan membuat usulan angka kredit ini menyita waktu sendiri, yang seringkali pekerjaan-pekerjaan utama harus ditunda. Mungkin juga karena kebiasaan menunda pekerjaan di akhir semester, sehingga kegiatan usulan angka kredit ini menjadi beban tersendiri.
Apalagi tidak semua pekerjaan yang dilakukan, bisa diusulkan angka kreditnya. Atau pekerjaan utama yang tertumpu pada orang-orang tertentu, sehingga orang-orang yang justru ‘bekerja’ ini, tidak sempat membuat usulan angka kreditnya. Maklumlah, untuk urusan angka-angka kredit ini beberapa pegawai ada yang menghalalkan segala cara, yang menghasilkan angka kredit fiktif :)
Memang akhirnya terjadi ketidakadilan, karena tujuan dari pengusulan angka kredit ini menghasilkan perilaku yang semata-mata berorientasi mengejar angka kredit. Pekerjaan-pekerjaan yang tidak menghasilkan angka kredit, tidak menarik untuk dikerjakan. Bahkan diabaikan.
Targetnya adalah “ Ada Poin Ada Koin”.
Terciptalah angka-angka 10,50, 100 bahkan 300 !
Apakah yang perolehan angka kreditnya 300 lebih dirasakan manfaatnya dari yang memperoleh 10 ?. Karena yang 300 pastilah lebih banyak berbuat dari yang 10. ? Atau banyak berbuat tapi tidak bermanfaat ?
Apakah yang 10, adalah pemalas ?
Wah, susah untuk langsung menjawabnya dengan ya atau tidak. Karena pertanyaan ini harusnya dijawab dalam bentuk essay. :)
“tadi bang Oi dapat poin 56”, telpon dari anak saya memecah kekhusukan ini.
“wah, banyak ya. Kenapa bisa begitu”, saya penasaran.
“karena sholat dhuhanya banyak, makan sayuran, dan datangnya tidak terlambat”, anak saya yang di sekolah alam itu menjelaskan.
Ternyata amal-amal yang dilakukan oleh anak-anak sekolah alam ini bisa dikonversi dalam poin-poin.
Saya tersenyum dalam hati. Perolehan poin anak-anak di sekolah alam ini mirip dengan perolehan angka kredit saya dan teman-teman saya di kantor.
Mmm.. untuk amal kita di dunia yang menghasilkan poin-poin itu, maka Allah swt, Al Hakim (Maha Menghakimi), dan Al Adl (Maha Adil) akan membalasnya dengan seadil-adilnya. Tidak ada rekayasa atau poin angka kredit fiktif. Maka sudah semestinya, dalam mengejar poin-poin angka kredit di dunia ini, tidak mengorbankan poin angka kredit di akhirat kelak.
Terdapat poin dalam jujurnya pekerjaan yang dilakukan. Terdapat poin dalam membantu memudahkan urusan orang lain. Banyak poin dalam menginfakkan harta di jalan Allah. Setiap huruf al Qur’an yang dibaca, menghasilkan poin. Sholat berjamaah poinnya lebih besar daripada sholat sendirian. Bekerja keras untuk menafkahi anak dan isteri dengan yang halal, adalah poin. Berbicara yang baik, adalah poin.
Jadi, sudah berapa poin yang kita dapat hari ini ?
Tidak ada komentar: