Setiap orang boleh berharap. Dengan harapan itulah segala semangat mengalirkan setiap gerak fisik dan ruhani mengupayakan segala apa yang masih mungkin. Dan …,
Ahad pagi itu harapan itu masih ada. Setidaknya buat diriku yang tidak mengerti betul perihal angka-angka yang tertera dalam monitor alat medis rumah sakit sari asih. Ada angka yang menandakan denyut jantung, tekanan darah, kadar trombosit, tingkat kesadaran dan angka-angka lain yang belum ada penjelasannya di kepalaku. Apalah arti semua itu. Sejenak mulutku tercekat. Harus bagaimanakah angka-angka itu ditampilkan untuk mewakili harapanku dan harapan orang-orang yang berada di ruang pasien itu. Terlebih bagi pak nana.
Berhari-hari bagai pekerja pabrik tak mengenal shift, ia menunggui pasien yang tingkat kesadarannya naik turun. Beberapa alat pantau dipasang di tubuh pasien yang tidak lain adalah anaknya sendiri. Penanganan medis dilaporkan setiap saat. Tetapi seburuk apapun kertas-kertas laporan itu berkata, ikhtiar belumlah berakhir. Apalagi ketika setiap orang boleh berharap. Sesegera kulegakan dada. Udara beraroma senyawa kimia di ruangan itu mengalir ke indra penciumanku yang sejenak terlupa bernafas. Sangat dekat meski terpisahkan dinding kaca gawat darurat. Doa-doa yang terlantunkan samar-samar mengiringi turun naiknya nafas pasien. Mengetuk pintu langit berharap kesembuhan.
Karena memang setiap orang boleh berharap.
Catatan itu kembali datang. Apakah memang ini sekedar catatan manusia tentang seorang pasien?
Mudah-mudahan saja ini mewakili catatan langit yang berisi kabar baik. Dan ahad pagi itu harapan masih ada. Semakin banyak catatan dibacakan, semakin banyak pula asa bersemi di antara orang-orang yang seksama menyimaknya. Angka-angka yang menyuarakan kabar baik perihal keadaan pasien. Entah berapa angka-angka itu tertulis, aku lupa. “Keadaan pasien ada perbaikan”, itu kalimat penting yang paling kuingat. Syukurlah.
Tetapi, “apakah di rumah sakit ini ada petugas yang mendampingi pasien dan membimbingnya di saat sakaratul maut”, tiba-tiba kalimat itu terdengar. Dari manakah suara itu berasal?
“Ada, pak. Ada dari petugas rumah sakit ini”, jelas perawat.
Baru saja pak nana mendapatkan keterangan yang melegakan hati. Tidak ada keraguan lagi segala kasih yang telah dicurahkannya untuk mengemban titipan Allah ini. Sudah sangat hafal banyaknya keadaan-keadaan yang ia ceritakan perihal anaknya. Ketabahannya dalam menerima musibah membuatnya masih jernih berfikir untuk mempersiapkan yang terbaik dalam kondisi terburuk sekalipun. Masih terfikirkan olehnya mempersiapkan husnul khatimahnya sang anak saat sakaratul maut. Padahal baru saja catatan perbaikan pasien dilaporkan perawat.
Dan kamis pagi itu, harapan itu tetaplah harus dimunculkan. Tentang apa saja. Karena memang manusia tidak boleh berhenti berharap. Sampai saatnya kepastian dari langitlah yang menghentikan harapan itu.
Sodik, santri yang sholeh telah menghadap Allah swt.
Dan hari itu aku telah menjadi saksi akan segala amanah yang telah ditunaikan oleh seorang ayah kepada anaknya, mengantarkan secara paripurna kembali kepada Sang Pencipta.
Pemberi Amanah itu telah meminta kembali titipannya.
Innalillahi wa inna ilaihi raaji’un.
dalam renungan di Bangkalan, Madura
Hotel Ningrat, Room 7.
Juni 2012.
Ketika Setiap Orang Boleh Berharap
Reviewed by anisvanjava
on
Juni 01, 2012
Rating:
Tidak ada komentar: