Perjalanan ini terasa sangat menyedihkan
Sayang, engkau tak duduk di sampingku, kawan
Banyak cerita yang mestinya kau saksikan
di tanah kering berbatuan.
Ebiet G. Ade, 1979.
Tidak. Perjalanan ini tidaklah begitu menyedihkan bagai lantunan ebiet, kawan.
Perjalanan ini terasa mengesankan. Jakarta – Medan – Sibolga – Sidimpuan.
Mari kita nikmati.
‘Cukup’ on time. :-) bertolak ke medan. Ini kesekian kalinya aku ke sana.
Polonia masih seperti keadaan setahun yang lalu. Alhamdulillah medan cerah. Dan tidak ada perbedaan waktu antara medan dan jakarta :-D.
Selamat datang. Ini Medan, Bung !
Selanjutnya ke Sibolga.
Naik Apa ?
Ada pesawat. Tapi.. mencoba menikmati perjalanan darat mungkin asyik kali. Sambil menunggu mobil travel yang akan membawa kami ke sibolga, ada baiknya perut disiapkan kondisinya terlebih dahulu supaya tidak dalam keadaan kosong. Mampir dulu ke rumah makan padang. Ada menu kikil di sana. Kikil kambing atau sapi nggak masalah. Entah lapar atau doyan, menu sore itu terasa nikmat.
Mobilnya kijang, dihuni berempat termasuk sopir. Cukup lapang, bahkan di bangku belakang kosong. Habis maghrib perjalanan malam dimulai. Katanya sih waktu tempuh akan mencapai semalaman. Kondisi jalan cukup baik. Beberapa saat pemandangan medan di malam hari sayang untuk dilewatkan.
Di satu tempat pemberhentian di luar kota, singgah untuk sholat berjamaah. Wah tempat sholatnya sangat sederhana sekali. Sepertinya jarang dipergunakan.
Tempat ini banyak kue dan cemilan. Cocok buat beli oleh-oleh.
Setelah itu perjalanan berikutnya di kanan kiri jalan ditemani oleh kebun kelapa sawit. Gelap.
Ah bangku kosong di belakang kayaknya cukup buat nglurusin punggung. Meski goncangan lebih terasa, namun mata yang ngantuk membuat tempat tidur darurat itu jadi nyaman juga. Sayup-sayup toba samosir terlewati.
Sudah sejauh apa perjalanan ini. Dan masih berapa lama lagi.
Ke kamar kecil dulu, ah. Cari SPBU ! Waktu menunjukkan dihihari.
Selepas pemberhentian SPBU itu kondisi jalan tidak mau kompromi. Goncangan vertikal dan horisontal dialami penumpang. Jalan berlubang dan berkelok kelok, membuat kepala menggeleng-nggeleng ibarat ditempelengi. :-D. Kasihan leher berjuang sendirian mempertahankan posisi kepala, karena sang mata pun tak mau membantunya berjaga.
Nikmati saja…
“Itu batu berlubang”, teriak sopir.
Oo.. siapa yang melubangi batu sebesar ini, hingga menjadi terowongan. Mungkin saja nenek moyang kita. Wah, pasti mereka banyak pahalanya karena ini adalah jalan ‘favorit’ yang dilewati untuk ke sibolga. Setiap orang melewati jalan ini, maka mengalirlah pahala buat mereka.
Jalan berkelok dan kota sibolga nun jauh di sana berbatasan dengan laut terlihat indah di saat fajar. Alhamdulillah. Selamat datang di Sibolga.
Matahari kan menjelang. Sholat shubuh kami tunaikan di Masjid Al Azhar.
Kali ini Al Azhar Sibolga, bukan kebayoran. :-D. Masjidnya sedang di renovasi, kayaknya nanti tambah lebar. Syukurlah, biar semakin nyaman orang sholat di sini.
Menurutku, Sibolga adalah sebuah kota tua. Dan memang banyak bangunan-bangunan tua di sini. Kota pelabuhan yang dalam sejarah indonesia merupakan kota-kota masuknya peradaban melalui para pedagang. Keadaan ini mengingatkanku dengan kota Tanjung Pinang, ketika dua kali aku ke sana.
Setelah cek in ke Wisata Indah, saatnya nyari sarapan. Sabtu pagi tidak terlihat banyak tempat makan yang bisa dituju. Apakah masih kepagian.
Nah, itu ada yang banyak parkir di sana. Biasanya yang laris itu enak. Ada makanan apakah itu. Mari kita ke sana.
Apa nama kawasan ini aku belum tahu. Ini adalah kawasan pertokoan yang banyak toko-toko masih tutup. Kawasan ini terdiri dari bangunan-bangunan tua. Minuman hangat yang diseduh dari teko yang dimasak dengan tungku serta seporsi sate padang adalah menu yang khas di sini. Pesen satu, pak !
Meski ceritanya jalan-jalan, namun kerjaan nggak boleh lupa. Setelah perut kenyang, ada cukup waktu untuk bersih-bersih badan dan ganti kostum. Belum saatnya istirahat, meski kamar hotel tampak menarik.
Ternyata kantor tidak jauh dari tempat penginapan. Atau memang kota sibolga yang tidak terlalu luas, hingga satu tempat dengan lainnya menjadi tidak jauh. Bila ditempuh dengan becak motor, memakan waktu sekitar 15 menit saja. Dan bayar lima ribu perak.
Kantor tertata rapi dengan tempat sholat yang memadai, walaupun cukup tersembunyi.
Kota sibolga dibatasi oleh bukit-bukit di satu sisi dan lautan di sisi yang lain. Inilah kota pelabuhan tempat lahirnya akbar tanjung.
Beruntunglah kami, saat ini lagi musim duren sehingga menu empat sehatnya habis makan bisa terpenuhi dengan unsur buah dari duren. Menggiurkan tenan. Tapi ingat yang punya pantangan, jangan banyak-banyak makannya.
Berbeda dengan keadaan pagi hari, pada malam harinya penjual makanan lebih semarak dan lebih banyak pilihan. Misalnya di daerah Sibolga Square. Tinggal pilih saja yang sesuai selera. Yang penting halal dan baik. Belum tentu yang kelihatan menarik, terasa enak pula di lidah.
Mi rebus saja deh, minumannya bandrek. Hee… :-)
Alhamdulillah selepas pekerjaan di sibolga ditunaikan dengan lancar, tujuan berikutnya adalah sidimpuan atau biasa dikenal dengan Padang Sidimpuan. Ada juga yang menyebut Padang Sidempuan, tetapi kata temanku yang betul adalah Padang Sidimpuan.
Perjalanan kurang lebih tiga jam dengan mobil, dan sepanjang perjalanan adalah pemandangan bukit, pantai, jalan berliku serta beraneka pemukiman penduduk-penduduk. Maka hingga saat ini mata masih terpesona dengan perjalanan ini.
Nah, kalau yang di sidimpuan ini kantornya lebih besar. Hanya saja mushollanya sempit. Untuk laki-laki hanya tersedia satu shaff saja, sekitar enam orang. Sedangkan yang perempuan hanya satu shaff saja, sekitar empat orang. Mudahan ada perbaikan sehingga jamaah merasa nyaman sholat di musholla kantor.
Ternyata di Sidimpuan banyak warna hijau. Tempat penginapan kami warnanya hijau. “Ini hotel yang paling bagus di sini”, kata temenku. Hotel Istana.
Tempat makan juga warnanya hijau, sesuai dengan namanya ‘pondok hijau’. Kalau yang ini kayaknya warna hijaunya tidak akan diganti, karena ganti warna cat bisa-bisa ganti nama juga.
Ini daftar menunya. Silahkan dipilih sesuai selera. Dan segera siap dinikmati. Jangan lupa baca basmalah. :-)
Namun berbeda dengan di pondok hijau, menu sarapan di penginapan dihidangkan di satu meja saja untuk seluruh penghuni penginapan ini. Terdiri dari kue, gorengan dan teh hangat. Ketika dipersilahkan sarapan, aku kira akan tersedia ruang makan. Dan tamu hotel yang lain pun melihat keheranan yang sama. Ini sarapan pagiku di hotel :
Alhamdulillah. Cukup ‘terasa’ buat sarapan.
Kalau siang hari pingin makanan yang berkuah segar, silahkan mampir ke rumah makan muslim tom yam. “Ini pemiliknya muslim, dan dinamai rumah makan muslim”, temanku menjelaskan.
Dengan pilihan yang tersedia, sangat memancing selera. Namun tetap saja yang turut menentukan terasa nikmatnya adalah ketika perut dalam keadaan lapar. Ya, nggak ?.
Dan sudah barang tentu secukupnya saja, nggak berlebihan. O.. ya, di sini yang spesial adalah jus terong belanda. Jus nya aseli terong, bukan sirup. :-D. Walaupun terongnya ditanam di sidimpuan bukan di belanda, tapi namanya terong belanda.
Sidimpuan bisa menjadi kota tempat transit bagi yang melakukan perjalanan darat dari atau ke sumatera barat. Bagi yang belum tahu, nama padang sidimpuan itu bisa dikira berdekatan dengan padang panjang, atau padang pariaman. Hee.. :-D.
Masyarakatnya kebanyakan muslim. Banyak masjid dan surau atau musholla. Menikmati keheningan waktu shubuh di masjid nurul majid dekat penginapan, mengingatkanku pada masjid-masjid yang lain. Yaitu jamaah sholat shubuhnya yang kurang meriah.
Tak berapa lama kemudian, matahari pagi menyapa dan sidimpuan mulai menggeliat. Kendaraan transportasi yang lincah adalah becak motor, seperti yang banyak lalu lalang di ‘alun-alun’ sidimpuan ini.
Sambil melihat-lihat pemandangan di alun-alun, pagi-pagi banyak menu sarapan yang bisa dinikmati. Misalnya kue cemilan, gorengan, roti, bubur ayam atau lontong sayur. Minumnya, teh hangat aja ya.
Pemandangan sidimpuan yang berbukitan membiru, elok nian dengan tumbuh tumbuhan menghijau dan sawah ladang yang membentang. Di waktu siang, mari singgah sejenak ke tempat teduh yang banyak angin semilir. Sesuai namanya, tempat ini namanya ‘Angin Berhembus’.
Hmm.. jangan terbuai hembusan angin ya, ntar malah bisa-bisa ketiduran. Mending kita coba aja satu menu yang spesial di sini. Yaitu sop sum-sum. Apa itu? Itu adalah sop yang ada sum-sum nya. Nah, sum-sum it berada di dalam tulang kan? Jadi, memang kita akan dihidangkan sop dengan tulang yang berukuran besar berisi sum-sum. Lengkap dengan pisau dan sedotannya. Lo, buat apa sedotan itu? Ya, buat nyedot sum-sum yang berada di dalam tulang. Jangan berisik ya…
Alhamdulillah, tiba saatnya tugas selesai ditunaikan. Lo, katanya tugas kok ceritanya makan-makan doang. Ya, biar asyik aja. Lain kali aja cerita kerjaannya. Sekarang balik dulu ke jakarta.
Temen-teman kayaknya sudah ‘puas’ menikmati perjalan darat, jadi baliknya mau lewat udara saja. :-D. Berarti kita dari sidimpuan kita ke sibolga dulu, karena bandar udaranya adanya di sibolga. Eits, tunggu. Sebelum ke sibolga, ada yang perlu kita bawa dari sidimpuan. Yaitu salak!. Ya buah salak yang fresh from oven alias baru saja dipetik dari kebon.
Sekeranjang cukuplah. Salaknya gede gede. Renyah. Manis. Airnya banyak. Kalau mau diturutin, bisa kenyang kita makan salak.
Sedangkan kalau dari sibolga, coba cemilan yang satu ini, kerupuk sambal spesial yang juga fresh from oven.
Sekedar mencicipi penasaran kita, secukupnya saja. Yang pasti nggak ngrepotin kalau mau dijinjing masuk ke pesawat.
Bandara Dr. Ferdinand Lumban Tobing Sibolga cukup bersih, rapi dan adem. Terasa nyaman di ruang tunggu bandara ini.
Itu pesawatnya sudah datang. Ayo kita kemon.
Ferdinand Lumban Tobing menuju Polonia.
Ternyata kalau naik pesawat lebih cepet Alhamdulillah cuaca sangat cerah, hingga bukit barisan mempesona dengan indahnya.
Perjalanan dilanjut, Polonia (Medan) – Soekarno Hatta (Jakarta).
Sesampainya di rumah.
Kukabarkan pada semua, kepada angin, kepada keramaian, kepada matahari.
Walau semua diam, walau semua bisu.
Tinggal aku sendiri.
Terpaku pada kebesaran Ilahi.
-- bukan ebiet G ade.
--------------------------------------
C U on next trip, Juli 2012
Tidak ada komentar: